Pada tanggal 11 September 2024 yang lalu penulis diundang Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara ( FDABB) BS Centre di Kompleks DPR /MPR RI . Diskuti itu mengambil topik “Akselerasi Pelaksanaan SDG’S Guna Mengurangi Ketimpangan Ekonomi Dalam Rangka Pembangunan Nasional Berkelanjutan Berdasarkan UUD 1945”.
Tampil sejumlah narasumber utama antara lain Prof. Dr. Didin S. Damanhuri (Ketua Dewan Pakar BS Center), Dr. Umar Juoro (Habibie Center), Prof. Dr. Yayan Hidayat (FEB Unpad), Dr. Berly Martawardaya (Indef) dan sejumlah narasumber lain.
Masih dalam suasana berduka dengan berpulangnya tokoh ekonom nasional Faisal Basri yang wafat Kamis 5/9/2024, pada kesempatan FDABB tersebut penulis mengajak peserta forum berkontemplasi untuk mengenang sejumlah pemikiran ekonom yang dikenal sebagai pemikir yang teguh, kritis, konsisten dan berintegritas itu.
Sosok Faisal Basri
Almarhum Faisal Basri dikenal blak -blakan dan sangat keras meneriakkan berbagai ketimpangan dan ketidak adilan dalam berbagai kebijakan perekonomian nasional kita
Di usianya yang ke-64 tahun, Faisal Basri telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam bidang ekonomi dan politik Indonesia. Kiprah Faisal H. Basri di dunia ekonomi telah dimulai sejak ia bergabung sebagai anggota tim “Pembangunan Ekonomi Dunia” di bawah Asisten Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kedua pada tahun 1985-1987. Ia pun pernah mendapat kepercayaan saat ditunjuk menjadi anggota Tim Bantuan Presiden untuk Urusan Ekonomi (2000), sebuah pengakuan atas pemikiran dan kontribusinya yang mendalam terhadap pembangunan ekonomi Indonesia.
Kecintaan Faisal Basri terhadap pendidikan juga ditunjukkan saat ia menjabat sebagai Kepala Departemen Ekonomi dan Studi Pembangunan UI (1995-1998) dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta (1999-2003). Sebagai salah seorang pendiri Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (INDEF), Faisal Basri turut berkontribusi dalam pembangunan ekonomi bangsa melalui penelitian dan pengembangan kebijakan yang berdampak luas.
Faisal Basri dan Asuransi
Faisal Basri dikenal dengan penguasaan nya pada data yang mendasari setiap analisa dan kritik kritik tajamnya dari sumber sumber yang tak terbantahkan.
Tidak sedikit pemikiran Faisal Basri berkaitan dengan industri asuransi di tanah air yang dinilai nya tertinggal jauh dari industri keuangan lain seperti perbankan.
Penulis pernah menghadiri seminar di sebuah hotel di kawasan Sudirman sepuluh tahun silam dengan menghadirkan Faisal Basri sebagai nara sumber terkait perkembangan industri asuransi Indonesia . Pada kesempatan lain penulis menghadiri diskusi terbatas ISEI ( Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia ) dengan salah satu narasumber Faisal Basri terkait pentingnya lembaga penjamin polis di tengah kemelut kasus Jiwasraya sekitar tahun 2018.
Menurut Faisal Basri porsi industri asuransi dan dana pensiun terhadap ekonomi masih sangat kecil. Masing-masing baru berkontribusi 5,8% dan 6,9% terhadap total Gross Domestic Product (GDP). Ia pun mengatakan, bila porsi kontribusi ini bisa didorong, maka akan berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Bayangkan kalau (kontribusi asuransi terhadap GDP) kita 8,5% saja itu berapa puluh triliun pasarnya? Industri dapen dari 6,9%, kalau kita ke 10% saja itu luar biasa. Sumber dana yang bisa digerakkan untuk pembangunan,” jelas Faisal dalam paparannya di Jakarta, Jumat, (26/7/2024)[1].
Faisal Basri tak luput mengkritik rencana pemerintah mewajibkan asuransi mobil dan motor dalam bentuk third party liability (TPL).
“Asuransi kendaraan bermotor mungkin teman-teman (perusahaan) asuransi senang, tapi itu semu sebetulnya,” ucapnya dalam Non-Bank Financial Forum 2024 di Jakarta Pusat, Jumat (26/7).[2]
Di lain sisi, potensi kenaikan inflasi imbas kewajiban asuransi kendaraan diperparah dengan inflasi pangan. Faisal mencatat inflasi pangan di Indonesia tinggi karena banyak bergantung produk impor
Asuransi merupakan sektor vital dalam perekonomian. Ini yang menyebabkan permasalahan skandal gorengan seperti Jiwasraya dan Asabri harus segera dituntaskan ( 22/1/2020 )
Faisal Basri menulis artikel di blog nya tentang skandal Jiwasraya dan ASABRI dengan judul “ Negara Abai Lindungi Rakyat” sebagai berikut : [3]
…….. seharusnya undang-undang penjaminan polis sudah hadir, karena Undang-undang No. 40/2014 Pasal 4 menyatakan: “Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibentuk paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.”
Seandainya pemerintah tidak abai, para nasabah Jiwasraya pun sudah barang tentu masih menyisakan asa tinggi bahwa preminya akan dibayar dan investasinya akan kembali. Kini, mereka gundah gulana, tak ada kepastian
Persoalan likuiditas Asabri masih tertolong karena masih terus memperoleh dana iuran dari peserta. Kasus Jiwasraya semakin membesar karena praktis premi jatuh tempo terus bertambah sedangkan dana dari premi baru praktis terhenti karena masyarakat jera berinvestasi di produk-produk investasi Jiwasraya. Semakin lama ditangani, semakin membesar persoalan yang membelit Jiwasraya.
Penguatan institusi sangat mendesak, bahkan bisa dikatakan darurat. Ini persoalan genting karena menyangkut organ perekonomian yang vital, karena lembaga keuangan merupakan jantung perekonomian. Jika terjadi serangan jantung, seluruh organ tubuh perekonomian bakal terdampak.Kementerian Keuangan pun harus menjelaskan mengapa sampai sekarang belum kunjung merealisasikan amanat Undang-undang No. 40/2014 yang seharusnya sudah hadir pada Oktober 2017. Bukankah Kementerian Keuangan sudah diingatkan oleh berbagai pihak tentang amanat undang-undang itu?
Tidak perlu menunggu kehadiran Omnibus Law untuk menyelesaikan masalah yang mendera Jiwasraya dan Asabri.
Penutup
Sosok Faisal Basri tak pelak menjadi sedikit dari ekonom yang kita miliki yang berani menyuarakan berbagai ketimpangan pembangunan ekonomi yang jauh dari cita cita pendiri republik dan amanat konstitusi. Kiprah Faisal Basri dalam dua dekade reformasi bak suara muadzin di tengah oase pemikiran pemikiran kritis yang mengingatkan bahwa jalan kita masih panjang untuk mewujudkan cita cita kemerdekaan yakni masyarakat yang adil dan makmur. Ketimpangan sosial ekonomi yang semakin melebar selama 10 tahun terakhir menjadi tantangan kita bersama yang ditinggalkan Faisal Basri untuk terus memerangi nya . Selamat jalan Bung Faisal , pada waktunya kita semua akan menyusul
* Anggota Dewan Pakar BS Center
[1] https://www.cnbcindonesia.com/market/20240726180925-17-558003/warga-ri-ogah-beli-asuransi-faisal-basri-beberkan-penyebabnya
[2] https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240726174042-78-1125982/faisal-basri-kritik-rencana-motor-mobil-wajib-asuransi-cara-militer
[3] https://faisalbasri.com/2020/01/24/skandal-jiwasraya-dan-asabri-negara-abai-melindungi-rakyat/
Lahir di Semarang, 12 Juli 1956. Sarjana Ekonomi jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Jakarta tahun 1992. Sarjana Magister Manajemen U rsitas Gajah Mada Yogjakarta tahun 2007. 41 tahun berkarir di bidang asuransi, diantaranya pernah menjabat sebagai Risk Monitoring Committee Sompo Insurance Indonesia ( 2016-2018 ), Komisaris Independen Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, Komisaris Utama L & G Risk Services ( 2006 – sekarang ). Senior Partner pada PT. KIS Aktuaria (2008 – 2012). Direktur Utama PT. Estika Jasa Tama (1996-1998), Direktur Asuransi Jasindo (2001), dan Direktur PT. Pertani Persero (2003 -2007). Ketua DPP Syarikat Islam, Pengurus KADIN Indonesia, Pengurus Cisanggiri Syndicate, Pendiri KUPASI , menulis dan editor sejumlah buku, kolumnis dan narasumber media cetak nasional, online dan media elektronik terkait isu-isu terkini perasuransian.
No Comments